top of page
Search
Writer's pictureunpadhimbio

Artikel Kegiatan Diskusi Ilmiah Online: BIOTOPE (Brainstorming in Order to Protect Environment)

Bagaimana Pengaruh Penumpukan Sampah Dimasa Pandemi Covid-19 Terhadap Perubahan Iklim ?


Sampah menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan saat ini. Banyaknya sampah yang dihasilkan selama masa pandemi ini mengakibatkan lingkungan menjadi tidak bersih. Penumpukan sampah plastik, sampah medis seperti sampah masker terutama masker bedah (sekali pakai) dan juga sarung tangan sekali pakai sering kali ditemukan di tempat-tempat pembuangan sampah atau bahkan berserakan di jalanan sampai ke sungai-sungai. Hal ini tentu saja dapat mengganggu kebersihan lingkungan. Munculnya sampah-sampah baru inilah yang akan menjadi topik pembahasan pada diskusi ilmiah online kali ini. Diskusi ilmiah online kali ini dilakukan pada hari selasa tanggal 27 Oktober 2020 dan dimulai pada pukul 15.30-17.50 WIB. Kegiatan diskusi ini dimoderatori oleh teh Gabriella Angelica perwakilan dari BEM FMIPA Unpad serta dihadiri oleh tiga pembicara yaitu Kak Adithyasanti Sofia selaku program manager dari Indonesia’s Plastic Bag Diet Movement, Pak Pandji Prawisudha selaku Technical Advisor Guna Olah Limbah serta Kang Thoriq Alfi Muhibban yang merupakan ketua Departemen Lingkungan BEM KEMA UNPAD 2020. Tema yang dibahas pada diskusi ini adalah tentang “Pengaruh Penumpukan Sampah dimasa Pandemi Covid-19 Terhadap Perubahan Iklim”. Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak yang dapat dirasakan hingga jangka panjang salah satunya yaitu adanya perubahan iklim.

Kak Adithyasanti Sofia selaku program manager dari Indonesia’s Plastic Bag Diet Movement memaparkan bahwa KLHK mengklaim jika sampah selama masa pandemi Covid-19 ini mengalami penurunan, dalam arti sampah yang dibuang ke TPA itu berkurang. Namun, sampah di rumah tangga justru bertambah banyak, baik sampah organik maupun sampah medis. Sampah plastik meningkat selama pandemi, yaitu salah satunya karena kegiatan berbelanja online. Menurut LIPI, sampah yang meningkat itu salah satunya berasal dari pembungkus seperti buble wrap yang digunakan untuk melindungi benda-benda dari benturan serta mencegah kontaminasi virus. Sampah plastik ini mengakibatkan terjadinya penumpukan di TPA dan hanya sekitar 2% saja yang dapat didaur ulang, sisanya hanya ditimbun di tanah. Menurut Kak Adithyasanti Sofia, pengolahan sampah yaitu terdiri dari penanganan dan pengurangan. Akan tetapi, hal yang memungkinkan untuk saat ini dilakukan yaitu dengan mengurangi sampah terutama sampah plastik. Permasalahan yang sering ditemukan yaitu plastik sekali pakai yang sering ditemukan di pantai-pantai antara lain, botol, sedotan, dan gelas plastik. Hal ini akan berdampak pada kelangsungan hidup biota laut, seperti termakan oleh hewan-hewan laut yang akan mengganggu system pencernannya. Jika kebiasaan seperti ini terus terjadi, dapat diperkirakan tahun 2050 akan mengalami peningkatan penggunaan plastic. Oleh karena itu kita harus lebih bijak dalam hal penggunaan plastik. Tingkat daur ulang plastik masih sangat rendah karena tidak semua jenis sampah plastik dapat di daur ulang karena proses dalam daur ulang sangat lama. Selain itu, inisiatif pemerintah pusat dan daerah yang mengadakan alat insenerator yang justru ternyata alat ini dapat menimbulkan polusi udara. Jadi, sebisa mungkin kita menggunakan bahan-bahan yang dapat digunakan ulang dan mengurangi penggunaan plastik.

Kemudian, Pak Pandji Prawisudha selaku Technical Advisor Guna Olah Limbah memaparkan bahwa awal dari masalah sampah ini sebenarnya berasal dari barang-barang yang kita konsumsi. Sebagai contoh negara Arab Saudi memiliki tingkat pembuangan sampah yang paling tinggi, kemudian disusul oleh Indonesia dan Amerika Serikat. Sampah adalah barang atau benda yang terbuang karena sudah tidak terpakai lagi. Sampah dibedakan menjadi sampah terurai dan tidak terurai. Sampah dalam keadaan normal secara alami seharusnya terurai yang nantinya akan digunakan sebagai bahan penumbuh tanaman. Namun, dalam prosesnya hal ini akan menghasilkan emisi gas karbondioksida (CO2) yang dapat mengakibatkan pemanasan global. Proses pembusukan sampah juga akan menimbulkan bau. Kenapa sampah bau? Karena adanya makhluk hidup yang tumbuh di sampah tersebut yaitu bakteri aerobik dan anerobik. Senyawa-senyawa yang berbasis nitrogen dan sulfur akan menimbulkan bau. Perubahan gaya hidup saat ini juga akan mengakibatkan sampah menjadi semakin bau serta adanya gas yang tidak berbau yaitu metan yang akan berdampak pada perubahan iklim. Lalu, kemana sampah kita pergi? Hubungan sampah dengan perubahan iklim salah satunya yaitu pembakaran sampah yang dapat mengakibatkan pemanasan global. Banyak orang menduga bahwa penyebabnya adalah pabrik-pabrik. Namun, sebenarnya industri pertanian, peternakan, dan TPA dapat menyumbang pemanasan global karena menghasilkan gas metan. Gas metan lebih berbahaya daripada gas karbondioksida karena gas metan ini tidak dapat diserap oleh tumbuhan. Hal ini karena sampah organik yang terutup sampah plastik, sehingga terjadi pembusukan secara anaerob yang akan menghasilkan gas metan. Metode yang dapat digunakan untuk pengolahan sampah yaitu disortir dengan cara bagian yang dapat di daur ulang diambil terlebih dahulu, kemudian sisanya dibakar dan abunya dibuang ke TPA.

Kemudian terakhir, Kang Thoriq Alfi Muhibban yang merupakan ketua Departemen Lingkungan BEM KEMA UNPAD 2020 memaparkan bahwa realita yang terjadi di Indonesia mengenai pengolahan sampah selama masa pandemi ini semakin meningkat terutama pada industri kesehatan. Faktanya limbah medis ini cukup berbahaya. Selain itu, kegiatan selama dirumah saja (WFH) mengakibatkan penggunaan plastik terus meningkat seperti pembelian online yang sering dilakukan. Sedangkan tidak semua jenis plastik bisa didaur ulang. Jika perilaku-perilaku kita yang seperti ini tetap dilakukan maka tahun 2050 diprediksi laut di Indonesia akan dipenuhi oleh sampah. Pembakaran sampah-sampah tersebut dan pembusukan sampah yang menghasilkan gas metan juga dapat menyebabkan perubahan iklim. Oleh karena itu, solusinya yaitu pertama mengurangi sampah itu sendiri, kedua mencoba untuk lebih bijak dalam memilih dan memilah sampah, mengganti penggunan plastik belanja dengan tas belanja non plastick atau totebag, membuat kompos dari sampah organik serta bijak dalam mengambil tindakan.

Setelah ketiga pembicara memaparkan materinya, dilakukan FGD (Focus Group Discussion) peserta bersama pembicara dimana dibuat 3 room breakout via Zoom. Dalam FGD tersebut dilakukan diskusi antar peserta mengenai tema yang dikaji serta diminta pendapat mengenai solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah tersebut. Solusi yang dipaparkan oleh peserta diantaranya Memanfaatkan limbah plastic menjadi botol yang tidak dapat didaur ulang (ecobrick), limbah dari pupuk yang menggembung dengan pemrosesan termal bisa didapat produk akhir berupa serat panjang yang bisa dijumpai di pabrik kertas, memanfaatkan tas ramah lingkungan seperti totebag yang bisa digunakan berulang, pemilahan sampah bisa dilakukan hingga tingkat TPS, mengurangi belanja online, mengurangi sampah medis dengan menggunakan masker kain yang bisa dicuci pakai ulang, dsb.

Acara dilanjutkan dengan tanya jawab antara peserta dengan pembicara. Diantaranya pertanyaan yang dilontarkan yaitu dari kang Daud Prasetyo Biologi 2018 yaitu pandangan masyarakat mengenai sampah mengenai kesadaran sampah, banyak masyarakat yg kurang sadar dalam penggunaan & pengelolaan sampah. Bagaimana caranya agar menyadarkan masyarakat?, kemudian kang thoriq menjawab pertanyaan tersebut, dengan memposisikan sebagai masyarakat, dimana kita harus memahami segala fasilitas sampah yang ada dan harus diadakan. Fasilitas sudah ada, tetapi kadang harus diperkenakan biaya dan banyak rumah yang susak akses. Akses harus dipermudah. Di lingkup masyarakat harus lebih sadar dan harus diandalkan dalam menyelesaikan permasalahn fasilitas sampah (Biaya, fasilitas, distribusi). Selanjutnya pertanyaan dari kang Zam-Zam Biologi 2019 yaitu Ada atau tidak hal yang bisa kita lakukan sebagai mahasiswa dalam membangun kesadaran masyarakat dalam pengolaan sampah dari rumah masing-masing?, pertanyaan tersebut dijawab oleh kang Thoriq, dengan mengajak itu dengan pencapaian yang telah kita lakukan dalam pengelolaan sampah. Bisa sambil tanam sesuatu juga sebagai pencapaian dalam pemilahan sampah. Kasih contoh yang baik saja. Selanjutnya pertanyaan dari Ilona Biologi 2018 yaitu apakah kira-kira ada alternatif yang lebih ramah lingkungan sebagai wadah sampah? Kemudian mau minta tips & trick nya untuk berkomitmen dalam mengurangi sampah. Kemudian pertanyaan tersebut dijawab oleh kak Adithyasanti yaitu, “beda rumah, beda daerah, beda karakter, beda cara pengolahan sampahnya juga. Sampah organik (basah) ditaruh di baskom untuk menampung sisa bahan makanan. Bisa dengan membuat biopori di rumah. Sampah kering dikelompokkan terpisah. Tips & trick: membawa keranjang belanja, membawa 2 tumblr minum, membawa bekal. Lakukan hal yang bisa dilakukan sesuai dengan gaya hidup, kurangi apa yang bisa dikurangi”. Kemudian, pertanyaan terakhir dari Faris Biologi 2019 dengan pertanyaan Apakah di Indonesia saat ini sudah memadai pengembangan dalam bioplastic?, kemudian pak Pandji menjawa pertanyaan tersebut “Sebetulnya regulasi terkini tuh mendukung bioplastic, dimana KLHK memaparkan bahwa bioplastic menjadi sampah organic yang dapat dibuang begitu saja namun adanya biaya karena mahal di banding plastic biasa. Serta pengembangan bioplastic juga ada di Bali yang cukup terkenal”.


Setelah tanya jawab selesai, dilakukan penyerahan sertifikat untuk moderator dan ketiga pembicara. Penyerahan sertifikat pun merupakan bagian penghujung acara, dan acara diskusi ilmiah online pun selesai.


2 views0 comments

Recent Posts

See All

Transgenic corn

Transgenic crops expressing resistance to the herbicide glyphosate (GR) have been commercialized and planted widely across the U.S. for...

Kommentare


bottom of page